Cari Blog Ini

Rabu, 13 Oktober 2010

Menjadi Manusia Pembelajar


1.a.   Manusia Pembelajar
Tugas, tanggung jawab dan panggilan pertama seorang manusia adalah menjadi pembelajar. Sedangkan pelajaran pertama dan terutama yang perlu dipelajarinya adalah belajar menjadikan dirinya semanusiawi mungkin.
“Bacalah dengan nama tuhanmu yang telah menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al Alaq 96:1-5)
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang berpotensi untuk pertama-tama belajar tentang (learning how to think) dirinya, kemudian berusaha belajar menjadi (learning to be) dirinya itu, dengan cara belajar (learning how to do) mengekspresikan potensinya ke dunia luas (inside out).
Siapakah manusia pembelajar itu?
Salah satu jawabannya adalah : Setiap orang (manusia) yang bersedia menerima tanggung jawab untuk melakukan dua hal penting, yakni: pertama, berusaha mengenali hakikat dirinya, potensi dan bakat-bakat terbaiknya, dengan selalu berusaha mencari jawaban yang lebih baik tentang beberapa pertanyaan eksistensial seperti “Siapakah aku?”, “Dari manakah aku datang?”, “Ke manakah aku akan pergi?”, “Apakah yang menjadi tanggungjawabku dalam hidup ini?”, dan “Kepada siapa aku harus percaya?”; dan kedua, berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan segenap potensinya itu, mengekspresikan dan menyatakan dirinya sepenuh-penuhnya, seutuh-utuhnya, dengan cara menjadi dirinya sendiri dan menolak untuk disbanding-bandingkan dengan segala sesuatu yang “bukan dirinya”.

1.b.    Keharusan Belajar dan Keutamaannya

Seorang Muslim harus menuntut setiap disiplin ilmu pengetahuan yang bermanfaat dari ahlinya, maka menuntut ilmu itu adalah suatu kewajiban, diantaranya ada yang wajib ‘ain dan ada yang wajib kifayah atas keseluruhan umat Islam, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan duniawi (sains), dari apa yang dibutuhkan oleh individu ataupun masyarakat.
Sesungguhnya ilmu itu hanyalah dicapai dengan belajar, dan Allah telah memberikan kepada manusia perangkat ilmu pengetahuan, maka tidak boleh baginya untuk tidak menfungsikannya.
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.” (QS. An Nahl 16:78)
Dan Al-Qur’an melarang untuk mengikuti apa yang tidak ada dalil bagi manusia yang menunjukkan kebenarannya.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’ 17:136)
Ilmu itu harus didahulukan atas amal, karena ilmu  merupakan  petunjuk dan pemberi arah amal yang akan dilakukan.
Ilmu pengetahuanlah yang menyebabkan rasa takut kepada Allah  dan mendorong manusia kepada amal perbuatan.
Ilmu pengetahuanlah yang mampu membedakan  antara  yang  haq  dan,yang bathil dalam keyakinan umat manusia.
1.b.i. Pengarahan Al-Qur’an untuk mencari ilmu
“Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS. Thaahaa 20:114)
“Katakanlah, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar 39:9)
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadilah 58:11)
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.  (Fathir 35:28)
1.b.ii. Pengarahan As Sunnah untuk mencari ilmu
“Mencari ilmu itu wajib atas setiap orang Islam. Dan orang yang mengajarkan ilmu pada orang yang bukan ahlinya seperti orang yang memakaikan kalung permata, mutiara, emas pada leher babi.” (HR. Ibnu Majah)
“Kelebihan seorang alim daripada seorang ibadat, bagaikan kelebihanku terhadap orang yang terendah di antara kamu. Kemudian Nabi bersabda pula: Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya dan semua penduduk langit dan bumi hingga semut yang di dalam lobangnya dan ikan-ikan selalu mendo’akan kepada guru-guru yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. Attirmidzi)
“Siapa yang dikehendaki oleh Allah akan mendapat kebaikan, maka dipandaikan dalam agama.” (HR. Bukhari, Muslim)
“Seutama-utamanya sedekah ialah bahwa seseorang muslim belajar suatu ilmu kemudian ia ajarkan kepada saudaranya yang muslim” (HR. Ibnu Majah)
“Seorang ahli fikih (berilmu) adalah lebih berat bagi syaitan untuk menggodanya daripada seribu ahli ibadah” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Baihaqi)
“Tidak boleh menginginkan kepunyaan orang lain melainkan dua macam. Orang yang diberi oleh Allah kekayaan, maka dipergunakan untuk membela haq kebenaran dan orang yang diberi oleh Allah ilmu pengetahuan, hikmat maka diajarkan kepada semua orang.” (HR. Bukhari, Muslim)
“Keutamaan ilmu itu lebih dari keutamaan ibadah, dan sebaik-baiknya agama kamu ialah keshalehan.” (HR. Thabrani)
“Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diberikan oleh Allah kepada saya bagaikan hujan yang turun ke tanah, maka sebagian ada tanah yang subur (baik) dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan serta rumput yang banyak sekali. Dan ada pula tanah yang keras menahan air, hingga berguna untuk minuman dan penyiram kebun tanaman, dan ada beberapa tanah hanya keras-kering tidak dapat menahan air dan tidak pula menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Demikianlah contoh orang yang pandai di dalam agama Allah dan mempergunakan apa yang diberikan Allah kepadaku lalu mengajar, dan perumpamaan orang yang tidak dapat menerima petunjuk Allah yang telah ditugaskan kepadaku.” (HR. Bukhari, Muslim)
“Siapa yang berjalan di suatu jalan untuk menuntut ilmu pengetahuan, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR. Muslim)
“Jika mati seorang anak Adam (manusia) maka terputuslah amal usahanya sendiri kecuali tiga: Sedekah yang berjalan terus. Ilmu pengetahuan yang berguna. Anak yang saleh yang selalu mendo’akan padanya.” (HR. Muslim)
“Siapa yang keluar berusaha untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah sehingga ia kembali” (HR. Tirmidzi)
Riwayat dari Abu Hasan Almawardi menyatakan bahwa Rasulullah SAW. telah bersabda, yang maksudnya, “Siapa yang inginkan kebahagiaan di dunia, maka hendaklah ia berilmu, dan siapa yang inginkan kebahagiaan di akhirat, maka hendaklah ia berilmu, dan siapa yang inginkan kedua-duanya maka hendaklah ia berilmu.”

Abu Darda’ r.a. berkata: Saya telah mendengar Rasuluah saw. bersabda: Siapa yang melalui suatu jalan untuk menuntut ilmu Allah akan memudahkan baginya jalan ke sorga. Dan para malaikat selalu meletakkan sayapnya menaungi para pelajar, karena senang dengan perbuatan mereka. Dan seorang alim dimintakan ampun oleh penduduk langit dan bumi dan ikan-ikan di dalam air. Kelebihan seorang alim atas seorang ahli ibadat bagaikan kelebihan sinar bulan atas lain-lain bintang. Dan sesungguhnya ulama (guru-guru) sebagai waris dari nabi-nabi. Sesungguhnya Nabi tidak mewariskan uang dinar atau dirham hanya mereka mewariskan ilmu, maka siapa yang telah mendapatkannya berarti telah mengambil bagian yang besar. (HR. Abu Dawud, Attirmidzi)
Abdullah bin Amru bin Al-‘Ash ra. berkata: Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu pengetahuan dari orang-orang begitu saja, tetapi akan mencabutnya dengan matinya orang-orang alim, maka orang-orang akan mengangkat orang-orang yang bodoh untuk memimpin mereka, maka jika ditanya, akan memberikan fatwanya tidak berdasarkan ilmu pengetahuan (akan menjawab dengan kebodohan) hingga sesat dan menyesatkan. (HR. Bukhari, Muslim)
1.b.iii. Pengarahan ulama untuk mencari ilmu
Imam Hasan al-Bashri  mengucapkan  perkataan  yang  sangat  dalam artinya : "Orang yang beramal tetapi tidak disertai dengan ilmu pengetahuan tentang itu bagaikan orang yang melangkahkan kaki tetapi  tidak meniti jalan yang benar. orang yang  melakukan  sesuatu  tetapi  tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu itu, maka dia akan membuat  kerusakan yang lebih banyak daripada  perbaikan  yang dilakukan.  Carilah ilmu selama ia tidak mengganggu ibadah yang engkau lakukan. Dan  beribadahlah  selama  ibadah   itu   tidak   mengganggu   pencarian   ilmu pengetahuan."



1.b.iv. Pengarahan beberapa tokoh untuk mencari ilmu
“Tidak belajar satu hari berarti mundur satu hari.” (Jakob Sumardjo)
“Belajar dan mengajar secara berkesinambungan harus menjadi bagian dari pekerjaan.” (Peter F. Drucker)
“Mereka yang buta huruf (illiterate) di abad ke-21 bukanlah orang-orang yang tidak bisa membaca dan menulis, namun mereka yang tidak bisa belajar, melupakan ajaran-ajaran masa lalu, dan kembali belajar (learn, unlearn and relearn)” (Alvin Toffler)
“Kesenangan belajar memisahkan kaum muda dengan kaum tua. Sepanjang Anda bersedia belajar, Anda tidak pernah menjadi tua.” (Rosalyn S.Yallow)

1.c.    Visi Pembelajaran

Proses pembelajaran atau pendidikan memungkinkan seseorang menjadi lebih manusiawi (being humanize) sehingga disebut dewasa dan mandiri. Itulah visi atau tujuan dari proses pembelajaran.
Perbedaan antara kanak-kanak dengan orang dewasa dapat diringkas dalam satu kata : kemampuan. Kemampuan ini umumnya dikaitkan dengan sedikitnya tiga hal berikut : pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Kanak-kanak memiliki pengetahuan yang amat terbatas hampir dalam segala hal, baik tentang dirinya, orang lain, alam semesta, apalagi tentang Sang Khalik. Kanak-kanak juga belum mampu menentukan sikap, apakah harus positif atau negatif, kritis atau menerima, terhadap hampir semua hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Dalam hal keterampilan pun sama saja, entah itu yang bersifat teknis-pertukangan maupun nonteknis pertukangan (komunikasi, kepemimpinan, manajemen dan human skills lainnya). Jadi pertumbuhan seorang kanak-kanak menjadi manusia dewasa sesungguhnya ditandai dengan perkembangan kemampuan-nya. Ia menjadi semakin mampu, semakin berdaya, dan semakin merdeka dari hal-hal yang di luar dirinya.
Seorang kanak-kanak dapat tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Ia dapat karena ia memiliki potensi dalam dirinya. Potensi itu tidak diberikan oleh siapa-siapa. Potensi itu diberikan oleh Sang Pencipta kepada diri manusia sebagai ciptaan-Nya. Dan potensi itu diberikan untuk diaktualisasikan, dinyatakan, diberdayakan, dimerdekakan, dijadikan actual, dikembangkan, diasah terus-menerus dan pada gilirannya kelak dipertanggungjawabkan kepada Sang Pemberi.
Bertumbuh menjadi dewasa dan mandiri berarti semakin mampu bertanggung jawab atas diri sendiri dan menolak pendiktean atau pemaksaan kehendak dari apa pun yang berada di luar diri. Bertumbuh menjadi dewasa dan mandiri berarti semakin mampu menyatakan, mengaktualisasikan, mengeluarkan potensi-potensi yang dipercayakan (dititipkan) Sang Pencipta. Bertumbuh menjadi dewasa dan mandiri berarti semakin menjadi diri sendiri dan menjauhkan kecenderungan suka meniru dan sekadar ikut-ikutan. Bertumbuh menjadi dewasa dan mandiri berarti semakin mengenal diri, semakin jujur dengan diri sendiri, semakin otentik dan menjadi semakin unik tak terbandingkan.
Proses pembelajaran seorang anak manusia memungkinkan dirinya mengalami berbagai “keajaiban”. Ia mengalami transformasi diri, dari belum/tidak mampu menjadi mampu. Dan transformasi diri secara “ajaib” itu seharusnya terus (atau dapat) terjadi sepanjang hayat, asalkan ia tidak berhenti belajar.

1.d.   Belajar Tanpa Henti

Persoalannya adalah, sebagian besar manusia tidak mendisiplinkan dirinya untuk tetap belajar tanpa henti. Sebagian besar manusia berhenti belajar setelah “merasa dewasa”. Sikap gede rasa ini umumnya disebabkan oleh “kebodohan” yang bersifat sosial dan mental/psiko-spiritual. Sebagian orang merasa telah dewasa karena telah berusia di atas 17 atau 21 tahun, telah selesai sekolah atau kuliah, telah memiliki gelar akademis, telah memiliki pasangan hidup (kawin), telah memiliki pekerjaan dan jabatan yang memberinya nafkah lahiriah, telah beranak pinak, telah kaya rata, dst. Hal-hal itu membuat mereka berhenti belajar, sehingga tidak lagi mengalami keajaiban –keajaiban dalam kehidupannya.
Dengan merasa dewasa seperti itu, maka proses “pembodohan” dan bahkan “pembinatangan” (bahasa halusnya dehumanisasi) dimulai.
Sebagai contoh, seorang yang merasa telah tamat dari sekolah dan universitas, sudah pasti merasa mampu mendengarkan. Ia kemudian berhenti dalam arti tidak lagi belajar untuk bersungguh-sungguh mendengarkan. Mendengarkan (hearing), misalnya, harus dibedakan dengan mendengarkan atau menyimak (listening). Hearing berhubungan dengan telinga (fisik), sedangkan listening berhubungan dengan aspek non-fisik (social, mental dan spiritual). Listening juga dapat dibedakan antara selective listening, attentive listening dan empathic listening.
Orang-orang yang merasa dewasa juga umumnya mampu berbicara. Akan tetapi mereka sering kali tidak mampu (tidak belajar lagi untuk) menyampaikan isi kepalanya (ide-ide dan gagasan-gagasan brilian) untuk dapat dipahami atau dimengerti oleh orang lain. Mereka sering kali talking, tetapi tidak sampai speaking.
Singkatnya, kebanyakan manusia usia dewasa dan terutama bekas anak sekolahan, hanya besar secara fisik, tetapi secara sosial, mental, dan spiritual mereka “kerdil”. Sekolah dan universitas ternyata “sukses” dalam satu hal : mencetak manusia-manusia yang menjadi tua (growing older). Akan tetapi tidak pernah sungguh-sungguh menjadi dewasa (growing up).

1.e.    Belajar kepada siapa saja

Belajarlah suatu ilmu kepada ahlinya siapapun dia. Tentu untuk mengetahui ilmu-ilmu diniyah kita akan belajar kepada ustadz/ulama. Tetapi untuk mempelajari ilmu-ilmu dunia, tidak bermasalah jika kita belajar kepada orang kafir. Sebagian mereka telah lebih dapat mempark-tikkan teori-teori cara hidup daripada orang-orang muslim.
“Hikmah adalah barang hilang milik kaum muslimin. Di mana saja ia ditemukan, kaum muslimin berhak memilikinya.”
Tetapi untuk menjaga aqidah dan fikrah kita, kita harus memiliki keseimbangan antara menggali ilmu dari orang kafir dengan menggali ilmu dari seorang muslim. Jangan sampai ilmu yang kita pelajari dari orang kafir malah menyesatkan aqidah/fikrah kita. Katakanlah jika kita mempelajari sebuah buku tulisan orang kafir maka kita perlu mengimba-nginya dengan mempelajari sepuluh buku karya ulama Islam.

1.f.     Tahapan-tahapan pembelajar

Proses pembelajaran bermuara pada tri tugas, tanggung jawab dan panggilan universal untuk semua orang (manusia), yakni :
Pertama, menjadi seorang pembelajar (becoming a learner, learning individual)
Kedua, menjadi seorang pemimpin (becoming a leader). Semua orang adalah pemimpin. Tetapi potensi kepemimpinan dalam diri manusia itu harus diaktualisasikan keluar, direalisasikan, dinyatakan dijadikan factual. Dengan proses pembelajaran, manusia dapat mengaktualisasikan dirinya, sehingga menjadi apa yang disebut “pemimpin”. (becoming a leader, yang menciptakan learning organization)
Ketiga, meenjadi seorang guru (becoming a guru). Saat seseorang telah disebut-sebut sabagai “pemimpin besar” (a great leader), maka ia juga menjadi guru yang menciptakan learning society.


PEMBELAJAR
PEMIMPIN
GURU
POSISI TINGKAT
Dasar
Menengah
Tinggi
KEBUTUHAN
- Fisiologis dan rasa aman
- Keterkaitan dan transedensi diri
- Hari ini
- Rasa memiliki dan rasa berharga
- Keterikatan dan identitas kolektif
- Hari kemarin, kini dan esok
- Aktualisasi diri
- Orientasi dan devosi
- Hari sesudah mati
PENGARUH
- Personal
- Individual
- Organisasional
- Struktural
- Nasional-global
- Kultural sampai total
MENGUTAMAKAN
- Aktivitas/otot
- Kerja
- Rasionalitas/ budi
- Ilmu
- Moral-spiritualitas
- Iman dan takwa
SUMBER INSPIRASI
- Idola dan tokoh yang dikagumi
- Sesama dan alam semesta
- Diri sendiri dan Tuhan

1.g.   Proses-proses Belajar : Pembelajaran, Pengajaran, Pendidikan

Untuk menjadi manusia yang mengetahui dirinya dan mampu mengaktualisasikan dirinya, ada tiga proses yang dapat dilaluinya dimana ketiganya perlu diletakkan dalam perspektif yang selaras dan seimbang. Yaitu pengajaran, pelatihan dan pembelajaran.
Pengajaran kita perlukan untuk dapat memiliki dan memanajemeni pengetahuan (knowledge management), menjadi manusia yang unggul. Pembelajaran kita perlukan untuk dapat membentuk karakter, menumbuhkan budi pekerti dan menjadi manusia otentik. Pelatihan kita perlukan untuk dapat mengembangkan kepribadian, keterampilan, kesiappakaian (siap kerja), mengekspresikan karakter menjadi nyata dan berguna secara praktis bagi kehidupan bersama yang saling bergantung.
Bagan berikut menyajikan ringkasan pemahaman mengenai perbedaan antara pembelajaran, pengajaran dan pelatihan :


PEMBELAJARAN
PENGAJARAN
PELATIHAN
BASIS UTAMA
- Rumah
- Lingkungan hidup
- Masyarakat
- Kelompok informal
- Sekolah
- Akademi
- Universitas
- Organisasi formal (perusahaan)
- Tempat bekerja
- Kantor
- Tempat kursus
- Organisasi non-formal
TUJUAN
- Membentuk karakter/watak
- Mendewasakan
- Memandirikan
- Memberdayakan
- Memerdekakan
- Membentuk konsep/teori
- Memberi ilmu (alam, sosial)
- Membentuk perilaku/praktik
- Menerampilkan
MANUSIA SEBAGAI
- Esensi yang perlu disadarkan
- Gelas kosong yang perlu diisi
- Potensi yang perlu dikembangkan



PROSES
- Educating
- Olah rasa/hati
- Belajar menjadi
- Informal
- Penyelarasan
- Teaching
- Olah pikir/otak
- Belajar bagaimana belajar dan berpikir
- Formal
- Pembedaan
- Training
- Olah raga/otot
- Belajar melakukan, belajar bagaimana hidup bersama
- Non formal
- Penyamaan
MENYENTUH SOAL-SOAL
- Paradigma hidup
- Hati nurani
- Integritas
- Sensitif
- Eksistensial
- Iman
- Sikap hidup
- Akal
- Efektivitas
- Antisipatif
- Konseptual
- Ilmu
- Perilaku/gaya hidup
- Kehendak
- Efisiensi
- Adaptif
- Praktikal
- Perbuatan
HASIL-HASIL
- Bermoral
- Berkarakter
- Siap hidup
- Otentik
- Learning individual
- Berpengetahuan
- Berilmu
- Siap belajar
- Unggul
- Knowledge
- Individual
- Berketerampilan
- Berkepribadian
- Siap pakai/kerja
- Kompeten
- Knowledge worker

1.h.   Apa yang seharusnya didapat dari pembelajaran ?

Kesalahan terbesar para guru dan dosen, manajer dan eksekutif perusahaan serta para pejabat di lembaga-lembaga pemerintahan, adalah terlalu banyak melakukan pengajaran dan pelatihan, namun hampir tidak pernah melakukan pendampingan (mentorship) terhadap siswa, mahasiswa dan kemudian karyawan atau pegawai negeri, untuk “mengejar” dan mencari jati dirinya sebagai pribadi, lalu sebagai anggota kelompok dan sebagai bagian dari organisasi serta sebagai bagian dari sebuah masyarakat bangsa.
Pendidikan semu telah memberikan sumbagan yang nihil. Terbukti sebuah ilusi skala nasional tak dapat mengklaim mampu memberikan daya tahan ekonomis, daya tahan moral, bahkan daya nalar sekalipun kepada bangsa ini. … tiadanya kemampuan berbuat jujur, berpikir sehat, bertutur sopan mulai dari rakyat sampai elite politik yang berkuasa.
Terdapat perbedaan antara pengetahuan (knowledge) – yang dapat kita peroleh dari lembaga-lembaga pengajaran – dengan pelatihan (skill). Sesuatu yang bersifat keterampilan tidak bisa diperoleh hanya dengan mengakumulasikan pengetahuan, betapapun banyaknya pengetahuan itu. Para penyandang gelar MBA atau bahkan doktor manajemen jelas tahu banyak soal ilmu administrasi dan ilmu manajemen, tetapi belum tentu mampu melaksanakannya, mempraktikkan ilmunya itu dalam situasi nyata. Begitu juga pakar-pakar ilmu politik dan ilmu ekonomi yang kritis ataupun sok kritis, pandai berteori tentang cara mengatur pembagian kekuasaan dan membangun sistem ekonomi, tetapi belum tentu mampu melakukannya bila diberikan kesempatan untuk duduk di pemerintahan.
Seandainya sekolah, pengajaran dan pelatihan itu kita kembalikan kepada (kita selaraskan dengan) kehidupan nyata, maka apakah yang seharusnya kita pelajari ?

Mungkin ini :
-   kita akan belajar, bahwa tidaklah penting apa yang kita miliki, tetapi yang penting adalah siapa diri kita ini sebenarnya (sebagai pribadi, sebagai kelompok, sebagai organisasi, sebagai bangsa);
-   kita akan belajar, bahwa lingkungan dapat mempengaruhi pribadi kita, tetapi kita harus bertanggungjawab untuk apa yang telah kita lakukan;
-   kita akan belajar, bahwa dua manusia dapat melihat hal-hal yang sama persis, tetapi terkadang dari sudut pandang yang amat berbeda, dan itu manusiawi
-   kita akan belajar, bahwa mengampuni diri sendiri dan orang lain itu perlu kalau tidak mau dikuasai perasaan bersalah terus-menerus
-   kita akan belajar, bahwa butuh waktu bertahun-tahun untuk membangun kepercayaan dan hanya beberapa detik saja untuk menghancurkannya;
-   kita akan belajar, bahwa kritik yang tulus dari seorang lawan lebih berharga dari pujian palsu seorang kawan;
-   kita akan belajar, bahwa sebaik-baiknya sahabat dan pasangan itu, mereka pasti pernah melakukan perasaan kita dan untuk itu kita harus belajar memaafkannya;
-   kita akan belajar, bahwa tidak ada yang instan atau serba cepat di dunia ini, semua butuh proses dan pertumbuhan, kecuali kita ingin sakit hati dan dikecewakan;
-   kita akan belajar, bahwa kita harus memilih apakah kita menguasai sikap dan emosi, atau kita membiarkan sikap dan emosi itu yang menguasai kita;
-   kita akan belajar, bahwa kita punya hak untuk marah tanpa harus menjadi beringas terhadap sesama;
-   kita akan belajar, bahwa kata-kata manis tanpa tindakan adalah kemunafikan psiko-spiritual.
Singkatnya, kita akan belajar, bahwa tugas pertama manusia dalam proses menjadi dirinya yang sebenarnya adalah menerima tanggung jawab untuk menjadi pembelajar bukan hanya di gedung sekolah tetapi terlebih penting lagi dalam konteks kehidupan nyata sehari-hari.
Lebih jauh, belajar di “sekolah besar” kehidupan akan memberi kita kesempatan, antara lain untuk :
-   mulai bersikap jujur, pertama-tama terhadap diri kita sendiri;
-   mulai menerima tanggung jawab yang sesuai dengan kapasitas pribadi kita;
-   mulai dapat diandalkan dan dipegang kata-katanya;
-   mulai mengembangkan kepedulian sosial dan lingkungan;
-   mulai bersikap adil kepada sesama tanpa diskriminasi;
-   mulai mengembangkan keberanian menyatakan dan mengaktualisasi diri;
-   mulai menjadi rasional tanpa harus memutlakkan buah pikiran kita yang relatif itu;
-   mulai rendah hati dan menyadari keterbatasan diri;
-   mulai pendisiplinan diri (pengharapan, hasrat, energi, waktu);
-   mulai bersikap optimis tanpa menjadi naïf;
-   mulai menyatakan komitmen dan menepatinya
-   mulai memprakarsai sesuatu yang baik sekalipun tidak profitable;
-   mulai bertekun (perseverance) dalam mengerjakan sesuatu;
-   mulai mampu bekerjasama dengan orang-orang yang berbeda dengan kita;
-   mulai saling melayani satu sama lain;
-   mulai memberikan dorongan dan membangkitkan hati yang lesu
-   mulai memaafkan dan mengampuni kesalahan orang;
-   mulai murah hati dan senang berbagi;
-   mulai memanfaatkan peluang dan kesempatan;
-   mulai menghayati persaudaraan sesama umat, sesama bangsa dan sesama manusia.

1.i.      Aspek-aspek yang Didewasakan dari Pembelajaran


PARADIGMA
SIKAP
PERILAKU
BASIS UTAMA
- Rumah & mas-yarakat sekitar
- Kesadaran jiwa
- Moral-spiritualitas
- Sekolah
- Pengetahuan budi
- Rasionalitas
- Kantor dan tempat bekerja
- Pengalaman hidup
- Aktivitas
METAFORA
- Biji
- Fondasi bangunan
- Isi
- Rangka bangunan
- Kulit
- Bangunan fisik
PROSES
- Inside out
- Pembelajaran
- Belajar menjadi
- Memurnikan hati
- Outside in
- Pengajaran
- Belajar tentang
- Menyehatkan akal
- Outside in
- Pelatihan
- Belajar/praktik
- Mengendalikan hasrat
PERUBAHAN
- Paradigma hidup
- Makna hidup
- Makna kerja
- Misi hidup
- Sikap hidup
- Konsep hidup
- Standar kerja
- Visi hidup
- Perilaku hidup
- Cara/gaya hidup
- Metode kerja
- Strategi hidup
HASIL
- Karakter
- Kearifan
- Manusia baru
- Konsep
- Kepintaran
- Pemikiran baru
- Kepribadian
- Keterampilan
- Gaya hidup baru

1.j.      Penutup

      Ilmu dan kefahaman adalah syarat mutlak yang harus dimiliki setiap muslim dalam segala aktivitas kehidupannya. Kebutuhan akan ilmu ini (baik kualitasnya maupun kuantitasnya) akan semakin meningkat tatkala seorang muslim telah memilih dakwah sebagai jalan kehidupannya.
      Kekosongan akal dan hati seseorang akan ilmu dan kefahaman ini merupakan salah satu induk berbagai penyakit ruhiyah (syubhat, syahwat, futur, dll). Karena itu pemuda da’i harus mendidik dirinya untuk terus-menerus belajar.
·         Jika para da’i membaca lebih banyak, maka mereka akan memimpin umat Islam
·         Jika umat Islam membaca lebih banyak lagi, maka ini akan memimpin peradaban umat manusia.
·         Saat ini : orang-orang Barat banyak membaca, sedang umat Islam sedikit membaca !

Maraji’
Imam Nawawy, Riadhus Shalihin
Andrias Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar